Pasanggiri Nok lan Kacung atau lebih dikenal dengan NOKA sudah diadakan sejak tahun 1980an dan ketika itu masih di bawah naungan Dinas Pariwisata yang terletak di pusat kota. Setelah berganti nama beberapa kali sesuai tugas dan fungsinya hingga sampai saat ini menjadi Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga yang berkantor di Sumber, Pasanggiri Nok lan Kacung tetap dilaksanakan setiap tahun di bawah arahan bidang pariwisata Disbudparpora Kab.Cirebon.

“Penyelenggaraan Noka pada awalnya merupakan saran bupati ketika itu. Menurut beliau, salah satu upaya memperkenalkan seni budaya Kab.Cirebon, yakni dengan mengadakan pasanggiri sekaligus mencari duta-duta pariwisata dari kaum muda. Hingga akhirnya dilaksanakanlah pasanggiri setiap tahun,” Bapak Edwin menjelaskan tentang sejarah Pasanggiri Noka.

Ditemui di ruangan Kabid.Pariwisata, Bapak Kasinah, S.Sos selaku Kabid.Pariwisata dan Bapak Edwin menyampaikan beberapa informasi seputar persiapan Pasanggiri Noka tahun 2017 ini.

“Persiapan Pasanggiri 2017 sudah mulai dilakukan sejak Bulan Juni dengan target pelaksanaan pada Bulan September,” ujar Bapak Kasinah.

Persiapan yang biasanya dilakukan oleh Disbudparpora ialah mencari peserta dengan mengirimkan surat ke berbagai SMA/SMK dan perguruan tinggi di Kab.Cirebon.

Kriteria peserta, antara lain berstatus pelajar, baik SMA maupun SMK dan perkuliahan, berusia tujuh belas sampai dua puluh empat tahun, boleh berasal dari berbagai daerah dengan catatan peserta berkeinginan mempromosikan pariwisata Kab.Cirebon dan mampu menjadi duta Kab.Cirebon.

Untuk waktu pelaksanaan pasanggiri sendiri dilihat dari berbagai aspek, antara lain kesiapan Disbudparpora, kalender akademik, dan situasi.

“Sekarang sudah membuka pendaftaran. Audisi tanggal empat belas dan lima belas Agustus. Target grand final tanggal dua September. Itupun dilihat dari situasi dan kondisi. Bisa berubah, tapi informasi apapun soal pasanggiri pasti semua peserta akan diberitahu,” tutur Bapak Kasinah.

Lima juri yang akan dihadirkan bukan berasal dari instansi, namun ahli pariwisata dan budaya dari Cirebon. Beberapa kriteria pemilihan juri, antara lain mampu berbahasa asing terutama Bahasa Inggris, Bahasa Sunda, Bahasa Jawa Cirebon, mengetahui betul kebudayaan, dan etika.

Juara Noka nantinya dibawa ke ajang Mojang Jajaka (Moka) Jawa Barat dan setiap tahun Kab.Cirebon selalu mengirimkan wakilnya ke tingkat Jabar.

“Alhamdulillah beberapa di antaranya berhasil lolos di Jabar, meski beberapa tahun terakhir ini belum ada lagi yang berhasil jadi juara di tingkat Jabar,” Bapak Edwin menyampaikan.

Pasanggiri yang biasanya diikuti oleh lebih dari 150 peserta ini ditargetkan bisa mencapai dua ratus peserta di tahun ini dan setiap sekolah boleh mengirimkan lebih dari satu pasang.

“Prosedur pelaksanaan pasanggiri biasanya diawali tahap audisi yang dinilai langsung oleh dewan juri. Dalam sehari maksimal penjurian sampai magrib bisa mencapai seratus peserta. Jadi kalau peserta lebih dari seratus, bisa dilakukan sampai dua atau tiga hari. Berlanjut ke tahap workshop, pemberian materi dari para juri selama dua sampai tiga hari. Dalam sehari ada dua materi. Kemudian tahap observasi. Mungkin ke tempat obyek wisata, tempat pelestarian budaya atau cagar budaya. Disambung ke unjuk skill, lalu perlombaan,” Bapak Kasinah menjelaskan mengenai teknis pasanggiri Noka.

Diadakannya kembali pasanggiri di tahun ini dengan rencana tema yang diusung ialah seputar topeng, Bapak Kasinah berharap melalui duta-duta wisata dari kalangan muda, baik siswa dan mahasiswa untuk mampu mengenalkan pariwisata dan budaya Kab.Cirebon.

“Jadi, mereka bisa mempromosikan pariwisata agar lebih dikenal lagi. Ke mana pun mereka pergi, mereka membawa suatu misi untuk memperkenalkan pariwisata budaya Kabupaten Cirebon. Terutama mereka yang akan ke luar SMA dan akan melanjutkan ke perguruan tinggi di luar Kab.Cirebon agar tetap semangat mempromosikan pariwisata Kab.Cirebon ke luar daerah.”