Siapa yang tidak mengenal film? Tentu para pembaca setia senang dong menonton tayangan yang ada di televisi terutama film. Film merupakan karya audio visual. Film memiliki peranan penting terhadap tumbuh kembang anak, terutama dalam pembentukan pola pikir dan sikap. Disadari atau tidak, film merupakan produk visual paling berpengaruh terhadap perilaku anak.

 

Dalam tayangan di televisi mulai sejak dini hingga malam hari masyarakat disuguhkan tayangan – tayangan yang begitu beragam. Kartun, berita, talk show, games, acara gosip, ceramah keagamaan, FTV, dan lain sebagainya.

 

Kartun tentu saja masih menjadi daya tarik tersendiri bagi anak – anak. Ada beberapa kartun yang menggambarkan sisi pembelajaran, karena dapat memberikan contoh yang baik, sehingga ketika ditonton oleh anak, kartun tersebut layak dikonsumsi mereka. Contoh dalam kartun tersebut menyuguhkan tentang budaya tolong – menolong, pentingnya sifat kejujuran, dan tema lain bersifat positif. Ada pula kartun yang dikemas dengan cerita – cerita kurang mendidik, sehingga termasuk ke dalam kriteria film kurang layak ditonton anak. Semisal bercerita mengenai pergulatan dua kubu untuk memperebutkan kerajaan hingga tokohnya saling adu kekuatan dengan berkelahi. Tayangan kartun semacam inilah jika ditonton anak dikhawatirkan ia akan meniru perbuatan dari tokoh itu, maka dalam memberikan tontonan kartun pada anak perlu ada pendampingan dari orang tua, sehingga bila sekiranya terdapat adegan kurang baik, maka orang tua dapat secara langsung memberitahukan pada anak mana perilaku baik yang pantas ditiru dan perilaku tidak baik yang tidak pantas ditiru.

 

Di era industri, pihak televisi lebih banyak memikirkan bagaimana cara agar tontonan yang hadir di layar kaca dapat ditonton oleh orang banyak. Bagaimana caranya agar rating mereka naik. Tanpa memikirkan sisi nilai edukasi yang harus disuguhkan pada anak – anak, remaja, bahkan dewasa saat ini.

 

Bila di rumah ada salah satu anggota keluarga sedang menonton berita dan anak – anak kita ikut menonton, maka dampingi ia, karena sebagian besar berita tentu menyuguhkan tayangan yang hanya layak disimak oleh remaja dan dewasa saja. Anak – anak tentu sangat tidak cocok bila melihat berita menyuguhkan kasus pemerkosaan atau pembunuhan.

 

Pada beberapa tayangan di televisi bukan hanya pendampingan yang diperlukan, namun juga pemberian pemahaman yang benar menjadi satu syarat utama agar anak terhindar dari virus televisi.

 

Tayangan lain yang seringkali hadir di televisi adalah FTV dan sinetron. Tema – tema yang diangkat tentu saja tidak jauh dari lika – liku kehidupan anak muda dalam menjalani percintaan.

 

Bila dikaji lebih dalam, cerita yang diangkat dalam beberapa sinetron justru memberikan efek kurang baik terhadap penonton. Semisal keributan terjadi antara dua pria memperebutkan seorang wanita, bahkan keributan tersebut berbuah menjadi ancaman dan strategi menyingkirkan saingan, hingga akhirnya terjadilah saling tonjok, pukul, bahkan melemparkan barang pecah belah ke arah lawan. Bila tayangan – tayangan semacam ini terus dikonsumsi, maka dapat mempengaruhi pola pikir dan pola bertindak konsumen itu sendiri. Jika salah satu penonton kebetulan sedang mengalami putus cinta karena sang pacar berpacaran dengan temannya sendiri, maka kemungkinan bisa saja ia akan meniru adegan di televisi. Biasanya jam tayang film semacam ini berada pada malam hari, selepas magrib.

 

Berbeda dengan FTV yang diposisikan di jam tengah malam. Meski tetap mengusung tema tentang percintaan terhadap lawan jenis, namun dipadukan dengan unsur budaya dan adab, sehingga pemirsa sengaja diperkenalkan dengan kebudayaan lain dan dapat memahami tentang berbagai adab yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari – hari.

 

Kita ambil contoh fim Wagina Bicara yang disutradari oleh Dedi Setiadi pada tahun 2010, berada pada program Sinema 20 Wajah Indonesia di SCTV. Program ini hadir dalam rangka menyambut ulang tahun SCTV ke-20 tahun 2010. Tayang di Hari Selasa, 1 Juni 2010 pada pukul 22.00 – 00.00 WIB, melibatkan pemain Kinaryosih, Alex Komang, Niniek L. Kariem, dan Tabah Panemuan.

 

Film yang semua lokasi shotingnya di wilayah Cirebon ini salah satu lokasinya adalah keraton.

 

Dalam film garapan DS, menceritakan tentang seorang perempuan, Wagina buruh pabrik yang berusaha membela haknya sebagai kaum perempuan (diperankan oleh Kinaryosih). Meski Wagina seorang perempuan, namun dirinya bukanlah makhluk lemah dan pantas diperlakukan seenaknya meski oleh suaminya sendiri, San (diperankan oleh Tabah Panemuan) yang bekerja sebagai mandor pabrik di tempat Wagina bekerja.

 

San memaksa Wagina untuk melakukan hubungan intim tidak memperlakukannya dengan baik. Caranya begitu kasar, bahkan dalam kehidupan sehari – hari pun sangat kasar. Hingga kesabaran Wagina habis dan ketika dipaksa melakukan hubungan intim, Wagina mengambil pisau di meja tepat di belakang dirinya yang sedang dicekik oleh San. Pisau tersebut ditancapkan ke perut San. Wagina limbung terhadap apa yang sudah dilakukan. Ia berlari ke luar rumah dengan daster yang masih bersimbah darah.

 

Dua orang lelaki teman San berdiri di depan rumah San mendengar keributan itu. Mereka bingung ketika melihat Wagina ke luar rumah dengan darah kental di baju. Setelah Wagina meninggalkan rumah, segera dua teman San masuk ke dalam rumah dan menolongnya yang sudah terkapar tak berdaya.

 

Wagina bergegas pergi dan berlari, massa pun mengejar. Hingga di tengah jalan ia menemukan sebuah mobil jip dan masuk ke dalamnya untuk bersembunyi. Mobil tersebut milik Pak Drajat yang bekerja sebagai karyawan pabrik yang juga tempat Wagina bekerja (diperankan oleh Alm. Alex Komang).

 

Singkat cerita akhirnya Wagina tinggal di rumah Pak Drajat. Hingga suatu saat Pak Drajat yang memiliki sakit gula dan belum pernah menikah serta memiliki masalah pribadi lain bercerita pada Wagina, lalu memintanya membantunya menjadi istri pura – pura, karena Sang Ibunda Pak Drajat (diperankan oleh Niniek L. Kariem) menginginkan dirinya cepat menikah dan memberikan momongan.

 

Ibunda belum mengetahui bahwa Pak Drajat memiliki sakit gula. Pak Drajat tak berani menceritakan hal itu pada Sang Ibu. Dimintai tolong untuk menjadi istri pura – pura, Wagina pun bersedia.

 

Pak Drajat akhirnya membawa Wagina bertemu dengan keluarganya. Ibunda Pak Drajat yang sudah terlanjur menyukai Wagina memberikan beberapa perhiasan milik beliau. Merasa sangat disayangi oleh ibunda Pak Drajat, justru membuat Wagina kian merasa berdosa karena telah membohongi beliau. Wagina ingin berkata jujur, namun Pak Drajat yang juga sudah terlanjur jatuh hati pada Wagina karena ia memiliki akhlak baik dan sangat keibuan serta begitu penyayang membuat Pak Drajat berniat menikahi Wagina meski dirinya masih menjadi istri orang.

 

Ketika Pak Drajat sedang ke luar, Wagina pun menceritakan kejadian sebenarnya pada ipar Pak Drajat yang sering diabaikan suaminya. Wagina dan ipar Pak Drajat ternyata memiliki nasib sama. Ketika Wagina bercerita, ibunda Pak Drajat diam – diam mendengarnya dan langsung menangis. Wagina merasa berdosa dan meminta maaf. Wagina akhirnya memutuskan pergi dari rumah itu dengan kembali memakai daster yang masih berlumuran darah.

 

Saat Wagina berpamitan, datanglah kakak Pak Drajat yang sering mengabaikan istrinya itu. Kakak Pak Drajat dan Wagina adu mulut lantaran ibunda Pak Drajat tetap menginginkan Wagina menjadi menantunya, namun kakak Pak Drajat tidak setuju dan menentang keras. Bukan hanya itu, kakak Pak Drajat mengata – ngatai Wagina dengan kalimat tidak sepantasnya. Wagina yang tidak terima membalas dengan tegas. Wagina mengatakan tentang hak seorang perempuan yang tidak boleh diperlakukan seenaknya oleh kaum lelaki. Perempuan seharusnya dihargai utamanya oleh suaminya sendiri. Bila memang perempuan sudah melaksakan kewajiban sebagai seorang istri, maka pantas bagi dirinya mendapatkan hak.

 

Rangkaian kalimat yang diutarakan oleh Wagina ternyata sedikit bisa membuka hati kakak Pak Drajat. Selesai mengeluarkan unek – unek, Wagina pun berpamitan pergi.

 

Pak Drajat datang dan mendapati Wagina sudah tak ada lagi di kamar. Ia mencari Wagina dan bertanya pada ibunda. Percakapan antara ibu dan anak ini menjadi seru manakala ibunda menjelaskan alasan beliau dahulu pergi meninggalkan suaminya yang adalah ayahanda Pak Drajat dan memutuskan untuk menikah lagi dengan suami baru yang adalah ayahnda dari kakak tiri Pak Drajat lantaran bila beliau bersikukuh mempertahankan hidup bersama ayahanda Pak Drajat yang berpenyakitan dan tidak bisa menafkahi keluarga, maka masa depan Pak Drajat akan suram, tidak bisa bersekolah tinggi apalagi menikmati sukses seperti sekarang mungkin itu hanya sekadar angan – angan belaka. Ibunda memilih menikah lagi karena ia adalah pria sehat dan bisa menafkahi keluarga. Selain itu, masa depan Pak Drajat akan cemerlang.

 

Isak tangis mewarnai adegan ini. Kebekuan yang selama ini diberikan Pak Drajat kepada ibuda akhirnya mencair dan Pak Drajat pun meminta maaf. Ibuda meminta Pak Drajat untuk mencari Wagina sampai dapat dan memintanya untuk menikahinya.

 

Wagina yang kembali ke rumahnya mendapati seorang wanita ternyata sudah tinggal serumah dengan San selama Wagina kabur. Wagina akhirnya memilih meninggalkan rumah dan memutuskan menjadi TKI.

 

Pak Drajat mencari Wagina dan bertanya kepada teman Wagina. Diberitahukannya tentang keberadaan Wagina dan langsung disusul. Di tempat di mana Wagina akan berangkat menjadi TKI, Pak Drajat dan Wagina pun bertemu dan saling mengakui isi hati mereka, mengutarakan perasaan terpendam. Wagina memutuskan membatalkan keberangkatannya menjadi TKI dan menikah dengan Pak Drajat.

 

Film di atas menjelaskan secara gamblang tentang perlunya emansipasi wanita. Wanita harus mendapatkan hak sama dengan kaum lelaki. Seorang istri yang sudah melaksanakan kewajiban pantas mendapatkan haknya.

 

Film seperti inilah yang layak ditonton oleh para remaja dan dewasa, karena di dalamnya mengandung pemahaman tentang emansipasi wanita. Sebuah ketegaran dan ketegasan wanita. Film ini bukanlah film cengeng yang menggerus penonton dengan adegan – adegan memperlihatkan kondisi di mana wanita amat lemah. Dalam film ini digambarkan sosok wanita kuat dan tangguh.

 

Ya, film idealis di era ini yang mengangkat nilai – nilai edukasi, sisi budaya, dan terdapat penanaman nilai – nilai moral yang baik seringkali dikesampingkan. Justru film – film menggambarkan dunia remaja yang dijalani dengan begitu – begitu saja, itu – itu saja, soal putus nyambung cinta, soal kebebasan hidup dan segala kemudahan di dalamnya lebih diutamakan jam tayangnya.

 

Memang tidak mungkin mengubah sistem pengaturan jam tayang di televisi sesuai harapan, karena sudah beralih ke dunia indutri. Maka inilah yang menjadi tugas utama kita selaku generasi penerus bangsa agar dapat lebih cerdas dalam memilih tayangan yang mencerdaskan pula. Film bukan hanya sebagai media hiburan, tapi juga harus mampu menjadi media penanaman akhlakul karimah kepada penontonnya. Para penggiat film harus dapat menghadirkan film – film berkualitas yang bermuatan edukasi dan unsur budaya agar degradasi moral mereda di tengah masyarakat.

 

Orang tua harus pandai dalam memilih tayangan berkualitas bagi anak – anak, sehingga dapat menjadi tontonan sekaligus tuntunan yang bermanfaat dan memberikan efek positif untuk anak.