Oleh: Ocky Sandi

 

“Pancasila, jikalau saya peras yang 5 menjadi 3, dan yang 3 menjadi 1, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan “Gotong Royong”.
Alangkah hebatnya! Negara gotong royong.”
(Ir. Soekarno)

Selain itu, Indonesia memiliki ribuan khasanah seni budaya yang adiluhung. Salah satunya adalah wayang. Kesenian yang diperkirakan telah ada sejak 1500 tahun yang lalu di bumi nusantara. Namun, catatan awal yang bisa didapat tentang pertunjukan wayang berasal dari Prasasti Balitung pada abad ke-4 yang berbunyi Si Galigi Mawayang.

Karena memiliki gaya tutur dan keunikan tersendiri yang merupakan mahakarya asli dari Indonesia, untuk itulah UNESCO, lembaga yang membawahi kebudayaan dari PBB, pada 7 November 2003 menobatkan wayang sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity atau warisan mahakarya dunia yang tak ternilai dalam seni bertutur asli Indonesia dan memasukannya ke dalam Daftar Representatif Budaya Tak Benda Warisan Manusia sejak tahun 2003 pula.

 

Image by Ocky Sandi

 

Dengan semangat gotong royong dan seni mawayang inilah, Wadag terlahir.

Wayang Badag (Bahasa Sunda; Badag artinya Besar) terlahir untuk menghubungkan spirit dan emosional antar manusia secara alami. Manusia sebagai makhluk sosial memerlukan banyak sekali inspirasi kreatif untuk selalu membangkitkan semangat gotong royong, daya hidup, dan daya cipta yang saat ini semakin terkikis oleh budaya individualism, instan, dan konsumtif.

Singkatan Wadag pun ada di dalam terminologi Bahasa Sunda yaitu berarti ‘Badan/Tubuh’. Di mana koordinasi antar pemain dalam menggerakan Wadag akan membuat badan atau tubuh Wadag tersebut bergerak dengan baik dan proposional, juga bisa melakukan manuver dan gerakan akrobatik. Inilah pesan yang ingin disampaikan bahwa jika kita mampu menggerakan seluruh potensi diri kita, maka akan menghasilkan karya hidup yang baik pula, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain.

Dalam sistem permainannya, seorang dalang memainkan banyak wayang, namun sebaliknya Wadag dimainkan oleh lima dalang atau pemain. Menampilkan Wadag (dengan ukuran sesuai kebutuhan) yang dibuat secara konstruktif, sederhana, dan bongkar pasang sehingga bisa pula dimainkan oleh sekelompok orang lain. Wadag dapat langsung berinteraksi dengan penonton, berkomunikasi bahkan berfoto atau video bersama.

Melihat bentuk artistik dan pergerakannya, Wadag memiliki keunikan dan kelebihan tersendiri, seperti dapat dibuat pertunjukan tunggal atau kolosal, dapat menjadi gagasan menghidupkan icon, simbol dan pesan, serta media interaktif yang komunikatif dengan masyarakat.

Dengan menggunakan material yang didominasi bahan-bahan bekas, seperti botol plastik, kertas bekas, kain bekas, bambu bekas, kegiatan rancang-bangun-main Wadag ini juga munumbuhkan kreatifitas yang dekat dengan alam dan sadar serta ramah lingkungan.

Dalam roses pembuatan Wadag ini memakai metode ‘Papat Kalima Ameng’ (by: Ocky Sandi) yang terdiri dari empat tahapan utama, yaitu:
1. Reading
2. Casting
3. Eksploring
4. Finishing
5. Playing (Ameng)

Mari bermain.
Aku Cinta Padamu.