Ny. Hj. Saomiyanah, SR. Legora, Veteran Berusia 92 Tahun yang Masih Aktif di Dunia Sosial

 

Ny. Hj. Saomiyanah, SR. Legora ialah pejuang wanita sebelum kemerdekaan Indonesia. Saat itu, beliau aktif di Palang Merah Indonesia. Menolong dan menyelamatkan para korban pejuang bangsa adalah tugas dan tanggung jawab beliau. Berangkat dari kesadaran untuk memperjuangkan hak bangsa Indonesia membuat beliau tak gentar ikut serta dalam Gerakan Palang Merah Indonesia. Selama berpuluh tahun berkutat dengan para korban penjajahan menjadikan Ibu Emon (sapaan akrab beliau) peka terhadap kehidupan warga negara Indonesia.

Siapa kira bahwa di tahun ini beliau memasuki usia 93 tahun. Ny. Hj. Saomiyanah lahir pada 30 April 1924 masih sehat dan tetap aktif di dunia sosial. Kini beliau mengemban tugas sebagai pengelola Yayasan Beringin Bhakti.

Menurut beliau sampai sekarang masih banyak rakyat Indonesia belum bisa membaca dan menulis. Inilah yang memunculkan keprihatinan beliau terhadap keadaan rakyat Indonesia yang kondisinya masih jauh dari negara lain. Padahal kekayaan alam Indonesia begitu melimpah, namun masih banyak masyarakat miskin. Bahkan kondisi menyedihkan dialami salah seorang istri veteran dari golongan rakyat yang kini berusia 72 tahun yang masih belum bisa membaca dan menulis.

Bentuk keprihatinan terhadap keadaan masyarakat Indonesia dituangkan beliau melalui pengorbanan pikiran, tenaga, dan waktu, berupaya membantu masyarakat miskin supaya mendapatkan haknya agar tetap hidup dan anak – anak bisa terus sekolah.

Yayasan Beringin Bhakti

Yayasan Beringin Bhakti beralamatkan di Jl. P. Cakra Buana Gg. Mangga Desa Kepompongan Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon. Terdiri dari beberapa bangunan, yakni panti asuhan, sekolah luar biasa (SLB), dan panti sosial.

Suasana di panti asuhan

 

Ada sekitar 40 anak tinggal menetap di panti asuhan dan 140 anak ikut bersekolah di SLB tersebut.

Anak – anak yang tinggal di panti asuhan memiliki latar belakang keluarga berbeda satu sama lain. Ada anak yatim dan anak jalanan. Semua anak di panti asuhan ini pun memiliki kondisi fisik yang berbeda. Ada yang normal dan ada pula yang mengalami kelainan bawaan sejak lahir, semisal tuna netra (mengalami hambatan dalam penglihatan), tuna wicara (gangguan penyampaian pesan melalui lisan), tuna rungu (hambatan dalam pendengaran), tuna grahita (IQ kurang dari  80), dan tuna daksa (kelemahan pada anggota gerak, semisal tangan, kaki, atau yang lain).

“Meski anak – anak yang bersekolah di SLB punya kekurangan, tapi otak mereka jalan. Mereka bisa maju kalau dididik. Ya memang mengajar mereka harus sabar supaya mereka mau untuk bicara. Berani untuk bicara. Seperti putri Dewi Yul yang tuli sekarang study di Amerika,” ujar Ibu Emon ketika ditemui di ruang kantor yayasan panti asuhan.

SLB sendiri terdiri dari tiga sekolah, yakni SLB A untuk anak tuna netra, SLB B untuk anak tuna wicara dan tuna rungu, serta SLB C untuk anak tuna grahita dan tuna daksa.

SLB A
SLB B
SLB C

 

Dikarenakan terdiri dari tiga sekolah, maka masing – masing sekolah memiliki kepala sekolah berbeda.

Jarak dari panti asuhan ke SLB tidak jauh. Cukup dengan berjalan kaki saja. Di antara panti asuhan dengan SLB terdapat panti sosial yang sekarang diisi oleh tujuh orang parubaya. Tepat di depan panti sosial ada pemakaman. Di pemakaman itulah beberapa penghuni panti sosial yang telah wafat dimakamkan.

“Tadinya tiga belas orang tinggal di panti sosial dan sekarang tersisa tujuh,” ujar Ibu Hj. Nanay, salah seorang pengurus panti. Beliau adalah pensiunan PNS Kabupaten Cirebon tahun 2005 yang juga mulai bergelut di Yayasan Beringin Bhakti pada tahun 2010. Beliau juga menuturkan bahwa yayasan ini selain memiliki panti asuhan, SLB, dan panti sosial, juga ada taman kanak – kanak yang dibangun di daerah Celancang.

Kepengurusan yayasan ini semua didalamnya melibatkan para ibu – ibu aktivis sosial. Meskipun usia beliau-beliau telah senja, namun tetap semangat mendidik anak – anak. Biar usia tidak muda lagi, tapi jiwa pantang menyerah tetap membara.

Selain Ibu Emon dan Ibu Hj. Nanay turut aktif pula beberapa ibu lainnya yang rata – rata beliau adalah pensiunan pegawai negeri sipil dan mantan anggota DPRD Kabupaten Cirebon.

Beberapa Pengurus Yayasan Beringin Bhakti
Pemilik Yayasan Beringin Bhakti

 

“Daripada menghabiskan waktu di rumah lebih baik berkegiatan,” ujar Ibu Hj. Nanay ketika kami berkeliling di sekitar area yayasan.

Saat memasuki area SLB, Ibu Hj. Nanay menuturkan bahwa peserta didik alumni SLB A banyak  yang telah menuai keberhasilan.

“Ada yang pintar main piano, sekarang kuliah di Uninus Bandung. Ada yang sudah kerja jadi guru PNS. Ada juga yang ngehonor di Sindang Laut. Rata – rata anak tuna netra di sini banyak yang berhasil,” ujar beliau.

Beliau pun menuturkan bahwa ada beberapa hasil kerajinan dibuat oleh anak – anak laku dijual, semisal kerajinan batok dijual sampai ke luar negeri.

Setelah mengitari area yayasan, sebelum berpamitan pada seluruh pengurus yayasan termasuk Ibu Emon, beliau menyampaikan mengenai harapannya agar anak – anak mampu mandiri, berdiri sendiri. Mudah – mudahan generasi penerus bangsa selanjutnya terutama pemerintah mampu memperbaiki harkat dan martabat rakyat Indonesia. Setidaknya sedikit memperbaiki kondisi masyarakat.

Dengan merelakan diri secara ikhlas dan tulus terus aktif di dunia sosial, inilah wujud kecintaan Ibu Emon tertanam dalam terhadap tanah air tercinta Bangsa Indonesia.

Ny. Hj. Saomiyanah .SR. Legora. pejuang wanita. Salah seorang veteran aktif memperjuangkan nasib rakyat Indonesia meski usia telah senja. Semangat tak pernah pudar untuk terus bergerak membantu keterpurukan rakyat miskin. Menolong tanpa pamrih dengan sepercik harapan secuil mimpi dapat digenggam.

Bagaimana dengan kita? Generasi penerus bangsa hidup sebagai penikmat kemerdekaan, mampukah meneruskan semangat juang para pahlawan dengan sedikit memberi kepada sesama atau kita termasuk golongan manusia apatis terhadap lingkungan? Hidup hanya untuk memenuhi perut sendiri? Menjelma menjadi setan serakah dan rakus? Melahap seluruh kekayaan Indonesia yang merupakan bagian dari hak warga negara Indonesia?

Sungguh ironi nasib rakyat Indonesia. Di tengah peliknya persoalan ekonomi yang membelit hidup sebagian besar warga miskin, justru para petinggi negara, para penguasa dengan bangga menjual hasil kekayaan alam Indonesia pada bangsa asing dan dengan senang mempersilakan eksploitasi besar – besaran dilakukan, sementara di sisi lain seorang veteran rela dengan tulus dan ikhlas bergelut memperjuangkan nasib rakyat dengan kemampuan dan kekuatan yang dimiliki tanpa memperhitungkan apapun. Hanya demi memperbaiki nasib rakyat Indonesia. Nasib rakyat Indonesia yang terabaikan. Terabaikan sejak jaman perjuangan dalam merebut kemerdekaan negara Indonesia, hingga kini masih juga terabaikan di saat kemerdekaan bangsa Indonesia telah dibeli tunai oleh darah.

Menu