Haul Gus Dur: Bagaimana Kita Akan Dikenang?

Gusdurian Cirebon mengadakan kegiatan masa pengenalan Gus Dur dalam rangka haul yang ke-9. Yang mengundang perhatian saya saat hadir di acara tersebut adalah betapa sosok beliau bisa sebegitu dikenang-nya, tak hanya dari kalangan Islam atau santri, tapi semua elemen bangsa ini. Seorang ulama yang juga pernah menjabat sebagai Presiden. Selama menjabat sebagai presiden, banyak kebijakan-kebijakan nyentrik dan dianggap aneh oleh orang awam. Seperti pembubaran Departemen Penerangan, yang mana hal tersebut merupakan senjata masa orde baru untuk membatasi media dan kebebasan pers.

Pada masa pemerintahannya, beliau melepas belenggu diskriminasi pada rakyat tionghoa. Pelarangan menunjukkan identitas kaum tionghoa pada masa orde baru yang kemudian dicabut oleh Gus Dur seolah menjadi angin segar bagi rakyat tionghoa dalam menghidupkan eksistensi mereka sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Keputusan dan kebijakan yang dibuat Gus Dur tersebut pada masa itu menjadi kontroversi, namun kini justru menjadi hal yang dikenang. Kebijakan-kebijakannya ternyata membawa dampak positif bagi banyak orang. Bahkan, jauh di masa selanjutnya meski beliau sudah berpulang lama.

Tidak hanya Gus Dur, sosok-sosok yang berpengaruh semasa hidupnya akan selalu dikenang saat beliau wafat. Seperti kyai-kyai di pondok pesantren yang akan selalu ditawasuli oleh santri-santrinya. Haul yang diagendakan setiap tahun atas dasar kecintaan mereka kepada sang tokoh yang telah berjasa banyak semasa hidupnya.

Atau seperti para ilmuwan yang telah menciptakan penemuan-penemuan yang memberi dampak positif yang besar hingga kini. Nama-nama mereka tidak akan hilang meski jasadnya mungkin sudah tidak bisa ditemukan lagi.

Mereka, yang terkenang dengan citra baik, tentulah manusia biasa. Mereka tentu pernah melakuka kesalahan. Namun, kesalahan-kesalahan tersebut tertutupi oleh tindakan positif yang dilakukan. Sehingga, orang lain akan lebih mengenang mereka dengan kebaikan yang telah dilakukan daripada melihat kesalahan yang diperbuat.

Berangkat dari hal tersebut, satu pertanyaan terbesit dalam benak saya. Bagaimana kita akan dikenang? Sebagai apa kita akan membekas di benak orang lain saat “kembali” nanti? Apakah sudah cukup baik dan berpengaruh untuk dikenang sebagai orang baik? Apa ada hasil karya yang diciptakan yang membawa kemaslahatan bagi banyak orang? Apa keluarga dan orang terdekat nanti masih bersedia mendoakan bahkan setelah bertahun-tahun kita berpulang? Atau kita hanya akan ditinggalkan seorang diri selepas mereka menaburkan bunga di atas pusara nanti tanpa pernah mengirimi do’a lagi?

Saya ingin dikenang setidaknya bukan sebagai orang yang tidak menyenangkan. Melalui karya, perbuatan, atau sekadar kata-kata nasihat yang baik. Dengan itu saya ingin dikenang.