Cirebonmedia.com- Film merupakan karya audio visual yang paling digemari oleh semua kalangan masyarakat untuk ditonton, baik bergenre action, komedi, horor, dan drama. Setiap film tentu memiliki tujuan masing-masing sesuai dengan pesan moral yang terkandung didalamnya. Ini menunjukan bahwa film bukan hanya bersifat menghibur, namun juga dapat memberikan pembelajaran hidup bagi penonton pada umumnya.

Menyadari bahwa film merupakan media paling berpengaruh terhadap pembentukan karakter anak bangsa dan meradangnya degrasi moral di tengah masyarakat, akhirnya tiga sekawan tangguh yang terdiri dari Asep, Agoest Purnomo, dan Moh Romdhon memutuskan untuk membentuk sebuah wadah yang bergerak dalam pembuatan audio visual. Di samping sama-sama menyukai film, mereka juga memiliki misi mengangkat hal tabu menjadikannya jembatan solusi masalah sosial. Logos Movie yang dibentuk pada 15 Januari 2015 oleh Asep selaku ketua, Agoest Purnomo selaku bendahara merangkap sekretaris, dan Moh. Romdhon selaku humas, akhirnya konsen membuat film pada tema-tema yang mengangkat isu ekonomi, sosial, dan budaya di wilayah III Cirebon.

Dalam proses pembuatan sebuah karya film tentu bukan soal mudah, terlebih Logos Movie baru memulai uji coba. “Kenang” adalah film perdana Logos Movie yang berhasil masuk sepuluh besar film yang didanai oleh KPK dalam pembuatan film antikorupsi Acffest tahun 2015. Film tersebut juga berhasil menyabet juara 2 Festival Film Jawa Barat (FFJB) BKPP 3 dan nominator sinematografi FFJB di tahun yang sama.

Keberhasilan yang diraih Logos Movie merupakan tolok ukur kemampuan komunitas ini dalam melalui berbagai rintangan. Diakui Agoest bahwa kendala yang seringkali ditemui di lapangan saat berproses membuat sebuah karya film adalah keterbatasan alat produksi, kurangnya dukungan pemerintah terhadap para creator film, dan film belum menjadi passion bagi masyarakat sehingga agak sulit ketika mengajak beberapa orang untuk sama-sama berproses dari nol dalam membuat karya film. Dirasa bahwa hanya sekedar mau, namun belum ada kesungguhan untuk belajar membuat film bersama-sama. Berbeda dengan kota-kota besar lainnya, seperti Bandung, Yogyakarta, dan Purbalingga di mana mereka bukan hanya sekedar mau karena suka, namun mereka mau karena suka dan bersungguh-sungguh dalam berproses membuat film dari nol.

“Memang yang paling sulit adalah berproses dari nol dan masyarakat Cirebon sangat sulit bila diajak berproses betul-betul dari nol. Kalau di kota lain, seperti Yogyakarta begitu mudah,” tuturnya.

Mengakhiri perbincangan, Agoest menuturkan harapannya bahwa di era digital sekarang ini media audio visual sangat efektif untuk menyampaikan pesan. Banyak isu di Cirebon yang harus diangkat dan dikritisi. Mudah-mudahan ke depan banyak bermunculan para creator film yang berani mengangkat isu-isu tersebut.

“Kurangi nyinyir dan banyakin karya,” ujarnya.

25 Total Views 2 Views Today