Ritual Ma’nene, Ritual Mengganti Pakaian Mayat di Tana Toraja

Tana Toraja adalah salah satu suku di pulau Sulawesi Selatan. Suku ini sangat berbeda dari suku lainnya baik yang ada di Sulawesi maupun di Indonesia. Suku ini dikenal dengan berbagai macam kebudayan yang tak Lazim orang dengar. Wilayah ini dapat di capai melalui jalur darat selama 7-8jam dari kota Makasar ibu kota Sulawesi Selatan. Suku ini termasuk ras suku Proto Malaya seperti halnya suku Dayak di Kalimantan.

Suku ini sangat terkenal dengan ritual Rambu Solo atau ritual pemakaman sebagai salah satu rasa hormat mereka. Selain ritual Rambu Solo, ada juga ritual yang bisa dibilang anti mainstream. Yaitu ritual Ma’nene atau ritual mengganti pakaian mayat.

Tradisi ini dilakukan setiap 3tahun sekali dan biasanya pada bulan Agustus. Ritual ini dilakukan oleh masyarakan Baruppu di pedalaman Toraja Utara. Masyarakat di Toraja percaya jika tidak diadakannya ritual ini, pesawahan dan ladang mereka akan rusak oleh hama dan ulat.

Ritual pemandian, pembersihan dan mengganti pakaian mayat di Tana Toraja. Sumber: courseindying.com

Pelaksanaan ini sudah lama di turun temurunkan dari nenek moyang mereka. Prosesi Ma’nene diadakaan berdasarkan kesepakatan bersama. Ne’tomina  merupakan salah satu gelar untuk tetua kampung, yang dimana orang itu akan dituakan menjadi imam atau pendeta.

Saat ritual ini berlangsung, peti-peti mati dikeluarkan dari makam-makam liang batu kemudian diletakkan di arena upacara. Baik yang jasadnya masih utuh atau tinggal tulang belulang yang tak berbentuk. Kemudian mayat-mayat tersebut di mandikan dan dibersihkan, lalu pakaiannya diganti dengan yang baru. Setelah itu, para mayat akan diarak ke sekeliling kampung.

Mereka memperlakukan mayat mayat tersebut seolah-olah masih hidup dan menjadi bagian keluarga mereka. Bagi mayat pria, akan dikenakan pakaian lengkap seperti jas baru dan kacamata baru. Biasanya pakaian ini dibelikan oleh anak atau cucunya yang sudah berhasil.

Sejarah Dilakukannya Ritual Ma’nene

Ritual ini dimulai dari seorang pemburu bernama Pong Rumasek yang menemukan jasad seseorang yang telah lama meninggal di bawah pepohonan. Hanya tinggal tulang belulangnya saja. Pon Rumasek merasa iba, lalu ia membawa mayat tersebu ke rumahnya lalu merawat mayat tersebut semampunya.

Tulang-belulang itu dibersihkan lalu dibungkus dengan pakaian dan diletakan di area lapang. Setelah memperlakukan mayat tersebut dengan layak. Pong Rumasek mendapati sawahnya telah menguning. Dan dipanen sebelum waktunya. Hingga saat itu, ia beranggapan bahwa keberuntungannya ini karena ia merawat mayat itu. Sejak saat itu, Pong Rumasek menurunkan tradisi tersebut kepada keturunannya sampai saat ini.

Kegiatan ini berlangsung ekitar 30menit. Setelah prosesi penggantian pakaian para mayat, masyarakat yang berpartisipasi dalam acara ini kemudian berkumpul dan mengikuti acara makan bersama. Makanan yang disajikan adalah hasil sumbangan dari setiap keluarga yang mengikuti kegiatan tersebut.

 

Sumber: suarausu.co
oleh: S. Jamilah SMKN 1 Palasah