Pemberi Harapan Palsu atau Salah Persepsi?

Muslikha Ayu Muslikha Ayu
  • 1 tahun
  • 380
  • 0

“Males banget di-php-in lagi”, “Dia mah gitu, tukang php”, “Korban php nih”. Apa sih PHP itu? Bahasa pemograman? Yang biasa dipake ngoding?

PHP kata yang sudah tidak asing lagi didengar saat ini. PHP yang dimaksud di sini bukanlah Bahasa pemograman yang biasa digunakan untuk pembuatan web. PHP (Pemberi Harapan Palsu) ditujukan kepada ia yang memberi “harapan” tapi tidak kunjung memberikan kepastian. Digantungin maksudnya? Ya bisa dibilang begitu.

Contoh kasusnya begini, Gilang dan Nisa menjalin komunikasi yang intens. Gilang seorang yang perhatian, dan ternyata Nisa sudah menaruh hati untuknya. Tapi selama menjalin komunikasi, tidak pernah sedikit pun Gilang membahas mengenai perasaan atau apapun yang berkaitan dengan “hubungan” mereka. Nisa merasa Gilang memberikan harapan berupa perhatian-perhatian dan perlakuan khusus tapi Gilang tak kunjung meminta Nisa to be his girlfriend. Dan tiba-tiba, Nisa mendapat kabar bahwa Gilang sudah menjalin hubungan dengan teman satu kampusnya. Nisa yang sudah kepalang baper merasa bahwa Gilang PHP. Ia berkesimpulan Gilang jahat karena telah membuatnya jatuh hati tapi ternyata harapan-harapan itu kosong. Gilang hanya ingin mempermainkannya. Tapi, bener nggak sih kalau Gilang salah? Apa cuma Nisa yang ke-GR-an dan salah menafsirkan sikap Gilang atas dirinya? Izinkan saya membahas tentang ini.

Dalam komunikasi antarpribadi, persepsi dapat dipengaruhi oleh 5 hal yaitu fisiologi, seseorang yang sedang dalam keadaan sehat cenderung bisa berpikir positif daripada dia yang sedang sakit. Usia, semakin bertambah usia, cara pandang kita terhadap sesuatu pun berubah. Budaya, mempengaruhi pola hidup serta cara berpikir dalam komunikasi. Peran sosial, memengaruhi apa yang kita amati dan bagaimana kita mengevaluasinya. Kemampuan kognitif, cara berpikir tentang pengetahuan menjadikan penafisran yang berbeda setiap individunya.

Ketertarikan kita pada seseorang, rasa kagum padanya disebut atraksi sosial. Makin tertarik kita pada seseorang, makin besar kecenderungan kita untuk berkomunikasi dengan dia. PHP biasa dirasakan oleh mereka yang baru menginjak usia remaja. Hubungan antar laki-laki dan perempuan dewasa bisa terjalin secara professional tanpa melibatkan perasaan. Tapi di usia remaja, seseorang memang cenderung mudah baper. Remaja-remaja ini belum terbiasa dengan hubungan laki-laki dan perempuan murni pertemanan. Untuk itu, saat menjalin komunikasi dengan lawan jenis dan terjalin komunikasi yang efektif, akan dipersepsikan bahwa hubungan itu bisa lebih dari sekadar hubungan pertemanan.

Kemampuan kognitif pun memengaruhi persepsi atas suatu komunikasi. Saat kita memiliki ketertarikan pada seseorang, secara tidak sadar kita mempersepsikan bahwa lawan bicara juga tertarik pada kita. Tapi saat kita menjalin komunikasi hanya untuk hubungan kerja sama, maka persepsi kita hanya sebatas professional mitra kerja.

Balik lagi ke perkara php, nggak bisa divonis kalau salah satu pihak sekadar memberikan harapan tanpa kepastian. Boleh jadi persepsi php itu timbul karena salah satu pihak punya perasaan lebih kepada yang lain. Dalam kasus Gilang dan Nisa, besar kemungkinan Gilang memang sseseorang yang humble dan ramah pada semua orang. Tapi karena Nisa memiliki ketertarikan padanya, Nisa berpersepsi Gilang memberikan harapan. Padahal Gilang memang pribadi yang bisa menjalin komunikasi yang efektif dengan lawan bicaranya.

Sikap respect orang lain kepada kita belum tentu berarti sesuatu. Jangan mempersepsikan sikap “baik” itu sebagai kode bahwa dia tertarik pada kita. Jadi, sebelum kamu buru-buru menilai bahwa doi jahat, lebih baik crosscheck dulu apa yang mendasari terjalinnya komunikasi itu. Jangan sampai kita menyalahkan orang lain padahal ternyata kita sendiri yang membentuk persepsi yang keliru atas perlakuan orang lain.