Sudah Bersihkah Sepakbola Indonesia dari Mafia

Karyneiko
  • 1 bulan
  • 138
  • 0

Ajang sepakbola terbesar dan paling bergensi di Indonesia telah usai. Bali United keluar sebagai Juara disusul oleh Persebaya Surabaya diperingkat kedua.

Tentu kita sama tau sepakbola di negeri ini sangat digemari bahkan menjadi olahraga paling bergengsi. Adanya liga bermaksud mempersatukan bangsa yang terpisah oleh pulau-pulau.

Namun pada prakteknya tujuan itu nyaris tidak tercapai karena fantisme daerah begitu kuat. Bahkan permusuhan antar suporter sepakbola kadang berakhir dengan hilangnya nyawa.

Ironis memang apa yang dicapai dengan kenyataan yang terjadi bertolak belakang. Saling hujat caci maki di media sosial kerap terjadi antar suporter sepakbola.

Paling tajam adalah bagaimana permusuhan antar pendukung Persija Jakarta dan Persib Bandung, Persebaya Surabaya dan Arema Malang. Terkadang mereka lupa bahwa mereka adalah suporter sepakbola bukan pasukan perang yang siap menumpas musuh.

PSSI sebagai induk oraganisasi tertinggi sudah membuat berbagai aturan agar para suporter sepakbola bersatu dan melarang chant rasis saat di dalam stadion. Bahkan wasit akan menghentikan pertandingan saat terdengan ucapan kotor dari suporter yang ditujukan untuk tim lawan atau kepada wasit.

Yup cara ini berhasil mengurangi gesekan dalam stadion namun tidak diluar stadion. Saling serang saat nonton bareng bahkan memaksa melepas atribut atau jersey yang dipakai kerap terjadi.

Edukasi harus diberikan kepada para suporter sepakbola agar mereka tahu bahwa mereka bukan pasukan tempur yang saling bermusuhan. Mereka suporter sepakbola yang memberi semngat dan motivasi kepada tim masing-masing.

Apakah PSSI mampu ? Tentunya mampu atau tidaknya PSSI harus dibarengi dengan kerja yang baik pengurus PSSI. Kalau dalam tubuh PSSI masih bercokol mafia sepakbola tentu pekerjaan yang tidak mudah untuk merubah cara pandang suporter.

Apakah mafia sepakbola masih menguasai liga Indonesia ? Mari kita bahas dari hasil-hasil pertandingan.

Pertandingan awal kompetisi berjalan biasa saja namun setelah mengarungi setengah kompetisi para pecinta sepakbola sudah bisa menebak Bali United sudah ditentukan sebagai Juara. Entah benar atau tidak nyatanya Bali United menjadi Juara bahkan rival yang mendekati nilainya semakin menjauh. Contoh saja Madura United, PSM Makassar dan Persipura yang ahirnya tidak ko sisten mengejar ketertinggalan poin dari Bali.

Mendekati ahir kompetisi tim-tim besar seperti Persib dan Persija harus menelan kekalahan. Bahkan dua kekalahan beruntun Persib akibat Gol bunuh diri dari Supardi dan Ahmad Juprianto. Netizen sendiri banyak yang menyangka kalau gol Ahmad Juprianto dan Supardi ada unsur kesengajaan.

Hal itupun tentu ditepis oleh dua pemain itu yang terlanjur mendapat hujatan dan cacian di media sosial.

Kekalahan tim besar dari tim degradasi disinyalir untuk menyelamatkan tim yang akan degaradasi. Namun itu adalah penilaian netizen semata karena yang tahu pastinya adalah para pengurus timnya sendiri.

Begitupun superiornya Bali United yang harus kalah 0 : 2 dari tamunya Madura United pada pertandingan terahir. Dihadapan para pendukungnya Bali United harus takluk dan memuluskan jalan Madura United menempati urutan 5 besar klasemen ahir dan memupus impian Persib Bandung yang pada pertandingan terahir melumat PSM Makassar 5 : 2.

Kita semua mengetahui ada satgas anti mafia sepakbola. Mereka bekerja menelusuri kejadian-kejadian tidak wajar yang terjadi pada sepakbola Indonesia termasuk pengaturan skore.

Sudah ada beberapa petinggi klub dan PSSI yang masuk dalam tahanan karena terbukti melakukan pengaturan skor pertandingan. Namun bisakah sepakbola Indonesia bersih dari praktik mafia ?

Pada kongres PSSI sudah terpilih ketua umum baru M. Iriawan yang notabene adalah petinggi POLRI yang lebih dikenal dengan Iwan Bule. Ia terpilih secara aklamasi karena beberapa calon lain mundur dan tidak memenuhi persyaratan.

Kejadian ini tak luput dari komentar netizen pecinta sepakbola yang menganggap Iwan Bule membeli suara para voter. Entahlah benar atau tidaknya hal itu terjadi.

Namun salah satu calon Exco PSSI bung Kusnaeni yang kerap wajahnya kita lihat sebagai komentator pertandingan liga 1 Indonesia tanpa sengaja seolah membenarkan hal itu.

“Saya baru tahu begitu susahnya untuk mendapatkan satu suara bahkan sangat mahal,” ujar bung Kusnaeni saat ditanya presenter pada salahsatu siaran langsung liga 1

Jadi bisa atau tidaknya sepakbola Indonesia terbebas dari praktek mafia sepakbola tentunya para petinggi PSSI dan satgas anti mafia sepakbola yang tahu.

Kita sebagai pecinta sepakbola hanya berharap liga yang ada di Indonesia menjadi ajang prestasi. Bukan hanya sekedar drama atau sinetron olahraga semata.

Seolah kita sebagai pecinta sepakbola disuguhkan sinetron yang bergenre olahraga. Tak ubahnya melihat film kapten Tsubasa atau tendangan dari langit.

Sepakbola di Indonesia sendiri sudah menjadi bisnis yang sangat menjanjikan. Kontrak para pemainpun sangat tinggi bernilai ratusan juta bahkan milyar. Kehidupan pelaku sepakbola berubah drastis menjadi jutawan.

Namun tidak sebanding dengan prestasi dari timnas Indonesia senior yang tersungkur. Timnas Indonesia sendiri hanya mampu menunjukan kehebatanya di level junior sampai U-23. Sedangkan Timnas senior harus menuai sejarah pahit kalah dikandang oleh Malaysia dan Vietnam.

Kalau memang masih ada mafia sepakbola di Indonesia siapakah yang akan menghabisi mereka ? (Ist)