7 Reaksi Pertahanan Jiwa Dalam Situasi Negatif

Dalam menjalani hidup, setiap orang pasti menemui berbagai masalah. Berbagai kesulitan yang harus Anda hadapi tersebut mungkin membuat pikiran Anda kewalahan atau merasa terancam.

Sama seperti tubuh yang akan bereaksi untuk melindungi diri saat berada dalam bahaya, jiwa Anda juga memiliki sistem khusus untuk mempertahankan diri saat menghadapi situasi yang membahayakan. Secara tidak sadar, Anda akan langsung membangun mekanisme pertahanan diri supaya hidup Anda tidak terganggu dengan adanya ancaman atau bahaya dari luar.

Setiap orang memiliki caranya tersendiri untuk memepertahankan jiwanya dalam menghadapi situasi negati. fAda yang meluapkannya pada orang-orang terdekatnya, tapi ada juga yang justru menyibukkan diri dengan bekerja supaya bisa melupakan kegalauannya. Lalu, cara mana yang biasanya Anda pakai saat sedang stres atau dirundung masalah?  Ayo, cari tahu jawabannya di bawah ini.

Mekanisme pertahanan diri dari sudut pandang psikologi

Mekanisme pertahanan diri pertama kali dikembangkan oleh sepasang ayah dan anak asal Austria yang namanya cukup harum dalam ranah psikologi. Kedua orang tersebut adalah Sigmund Freud dan Anna Freud. Menurut ayah dan anak ini, saat Anda menghadapi situasi yang sulit atau tidak nyaman, pikiran Anda membutuhkan cara tertentu untuk melepaskan diri dari emosi yang muncul. Hal ini terjadi karena secara naluriah manusia selalu menghindari perasaan yang negatif seperti sedih, marah, kecewa, malu, dan takut.

Pada saat inilah pikiran Anda akan membentuk mekanisme pertahanan diri. Mekanisme pertahanan diri berfungsi untuk menghalau perasaan yang tidak menyenangkan atau supaya kejadian dan pengalaman yang tidak menyenangkan jadi terasa lebih baik. Pikiran Anda akan mengaktifkan mode pertahanan diri ini secara otomatis, yang berarti di luar kesadaran dan kendali Anda.

Namun, emosi tersebut tidak benar-benar hilang dari benak Anda. Anda hanya bisa menekan atau mengesampingkannya saja. Oleh sebab itu, mekanisme pertahanan diri bukanlah sebuah cara untuk menyelesaikan masalah, melainkan semata-mata reaksi alami jiwa terhadap masalah.

Berbagai jenis reaksi psikologis untuk pertahanan diri

Sejak mekanisme pertahanan diri dikembangkan oleh Sigmund Freud dan putrinya, sudah banyak ahli lain yang turut menyumbang teori untuk melengkapi berbagai jenis pertahanan diri. Berikut adalah tujuh mekanisme pertahanan diri yang paling banyak ditemui dan dipelajari.

1. Penyangkalan (denial)

Orang yang melakukan penyangkalan tahu bahwa apa yang ia lakukan salah atau merugikan, tetapi ia menggunakan berbagai alasan supaya hal tersebut bisa diterima. Misalnya masalah kecanduan rokok. Daripada mengakui dan mengubah kebiasaan tersebut, ia justru menyangkal adanya masalah dengan berpikir, “Ah, saya kan hanya merokok kalau sedang stres berat saja,”.

2. Represi

Saat seseorang merasa bahwa situasi atau konflik tertentu sudah berada di luar kendalinya, ia justru memilih untuk melupakan atau tak mau mengakuinya sama sekali. Contoh dari represi yaitu saat Anda kehilangan sosok yang sangat dekat dengan Anda. Daripada menerima kenyataan dan merasa kesepian, Anda justru menganggap bahwa orang tersebut masih hidup. Contoh lainnya adalah seorang ibu yang hamil di luar nikah. Ia memilih untuk menyerahkan anaknya untuk diadopsi orang lain dan sama sekali tak mau mengakui bahwa ia sudah pernah melahirkan dan punya anak.

3. Regresi

Mekanisme ini ditandai dengan mundurnya kondisi psikologi seseorang kembali ke masa-masa ia kecil dahulu. Saat merasa gugup karena takut ditegur atasan, Anda mungkin malah menangis terisak-isak seperti anak kecil. Atau jika Anda habis putus dengan pasangan, Anda tak mau keluar kamar untuk pergi ke kampus atau kantor sama sekali. Anda hanya mau meringkuk seharian di tempat tidur sambil memeluk boneka kesayangan Anda.

4. Proyeksi

Untuk mempertahankan diri dari perasaan, pikiran, atau emosi yang sulit Anda terima, Anda justru memproyeksikan perasaan tersebut pada orang lain. Misalnya, Anda tidak menyukai rekan kerja Anda padahal setiap hari harus bekerja sama dengannya. Maka, Anda justru merasa bahwa rekan Andalah yang tidak suka pada Anda, bukan sebaliknya. Sebagai contoh lain, Anda sebenarnya belum yakin sepenuhnya dengan kekasih Anda, tapi Anda takut meninggalkannya. Untuk itu, Anda justru memproyeksikan keraguan ini pada sahabat Anda dengan menuduhnya tidak mendukung hubungan Anda dengan kekasih.

5. Rasionalisasi

Mencoba merasionalisasikan pikiran, perkataan, atau perbuatan yang Anda tahu sebenarnya salah adalah suatu bentuk mekanisme pertahanan diri. Sebagai gambaran, Anda selalu datang terlambat ke kantor dan akhirnya ditegur oleh atasan. Untuk menghindar dari rasa bersalah atau malu, Anda beralasan bahwa rumah Anda jauh dari kantor dan selalu terjebak macet. Padahal, Anda sebenarnya bisa berangkat lebih pagi dari biasanya supaya tidak terlambat.

6. Sublimasi

Sublimasi terjadi saat Anda melampiaskan emosi negatif pada hal-hal yang positif. Misalnya, Anda baru saja bertengkar hebat dengan pasangan. Untuk melepaskan amarah dan kekesalan, Anda mencari kegiatan yang berguna seperti memotong rumput. Meski kesannya positif, Anda sebenarnya hanya haus untuk meluapkan perasaan ingin menghancurkan atau merusak sesuatu. Jenis mekanisme pertahanan diri ini cukup sering ditemui dalam masyarakat.

7. Pengalihan (displacement)

Berbeda dengan sublimasi di mana Anda mencari pelampiasan emosi yang bersifat positif, pengalihan justru membuat Anda mencari objek yang bisa jadi sasaran luapan emosi negatif Anda. Contohnya saat Anda gagal memenuhi target kerja. Anda pun akan pulang ke rumah membawa kekecewaan tersebut dan jadi bertindak kasar dengan membanting pintu,memarahi anggota keluarga atau menyetir kendaraan dengan ugal-ugalan. Bentuk mekanisme pertahanan diri ini juga umum dialami orang-orang.