Cirebonmedia.com– Manusia terlahir dengan dibekali akal untuk dapat berkembang serta bertahan hidup di dunia ini. Terkadang akal tersebut lah yang membuat manusia bisa berubah menjadi seperti predator ganas karena dikuasai oleh hawa nafsu yang ada pada diri manusia itu sendiri. Hal tersebut kerap terjadi dibelahan dunia yang berakhir dengan perang untuk memperebutkan suatu kekuasaan yang mutlak pada suatu daerah.

Sifat dasar manusia tersebut yang kerap sekali memunculkan perselisihan dalam suatu lingkungan sosial dan berujung dengan peperangan dan pertikain. Seperti contoh  contoh, jika pada pemilihan ketua tertentu dalam lingkungan masyarakat, pemungutan suara pun dilakukan demi memilih ketua yang berdasarkan poling suara terbanyak, namun tak semua orang memiliki pendapat dan kepentingan yang sama dan akhirnya bisa timbul bentrokan antar masyarakat. Begitu pun yang terjadi di dunia ini, kita mengenal perang dunia pertama dan kedua, disitu banyak sekali campur tangan manusia untuk mendapatkan nkeuntungan demi memenuhi tujuan untuk berkuasa.

Mengulas tentang pertikaian dan peperangan, mungkin masyarakat Indonesia dan khususnya Cirebon lebih familiar dengan perang  Perang Diponegoro (1925-1930), Perang Padri (1803-1838) atau pun perang lainnya yang terjadi di daerah lain. Akan tetapi, jarang orang tahu bahwa rakyat Cirebon pernah melakukan perlawanan sengit terhadap Belanda.

Di Cirebon pernah terjadi perang hebat namun sayang, perang ini luput dari catatan sejarah dan terkesan dihapus dari sejarah. Perang ini dikenal dengan nama “Perang Kedongdong”. Perang tersebut terjadi selama 20 tahun (1793-1808), tujuh belas tahun sebelum pecahnya perang Diponegoro atau yang lebih dikenal dengan Perang Jawa.

Perang ini meletus  karena penangkapan Pangeran Raja Kanoman dan penerapan sistem landrente (pajak tanah) yang menyengsarakan rakyat. Serta campur tangan belanda dalam sistem pemerintahan yang mencangkup pemilihan sultan hingga ekonomi Cirebon pada saat itu. Pajak yang tinggi membuat masyarakat tercekik, pada waktu itu masyarakat masih mengalami kondisi yang sulit sehingga kebijakan belanda pun menuai perlawanan dari masyarakat yang bermula dari kaum santri.

Hari demi hari perlawanan semakin sengit. Pergolakan melawan belanda bertambah hebat, Setelah Pangeran Suryanegara, Putra Mahkota Sultan Kanoman IV menolak tunduk terhadap perintah kolonial Belanda. Ia memutuskan untuk keluar dari keraton dan bergabung bersama rakyat untuk melakukan perlawanan. Hal tersebut membuat semangat juang masyarakat pada saat itu bertambah dalam melakukan perlawanan terhadap belanda.

Perlawanan terjadi dimana-mana, keadaan ini membuat pasukan belanda semakin terdesak, Belanda mengalami kerugian dan kekalahan perang yang sangat besar. Bukan hanya jumlah korban pasukan Belanda saja, namun 150.000 Gulden dikeluarkan pemerintah Belanda untuk membiayai perang besear ini.

perang Dalam keadaan yang terpojok, Belanda pun meminta bantuan pada Portugis yang berada di Malaka untuk membantu peperangan melawan rakyat Cirebon di bawah komando sang pangeran. Dengan segera Portuguis mengirim enam kapal perang yang berisi bala bantuan pasukan Belanda yang didukung tentara portugis dan berlabuh di Muara Jati. Bala bantuan yang datang tak membuat gentar masyarakat Cirebon, justru sebaliknya, hal tersebut semakin meningkatkan semangat juang masyarakat Cirebon. Salah satu perang besar sekaligus monumental ialah Perang Kedondong, terjadi di Desa Kedongdong Kecamatan Susukan, di perbatasan Kabupaten Cirebon-Indramayu. Ribuan korban jatuh dari kedua belah pihak. Dari pihak rakyat, perang itu dipimpin oleh Raden Bagus Serangin.

Belanda pun menyadari bahwa perlawanan langsung secara frontal tak bisa mengalahkan rakyat Cirebon yang dipimpin Pangeran Suryanegara, Belanda pun mulai memikirkan cara dan ide pun tercetus untuk menangkap Pangeran  Kanoman tersebut, karena beliaulah semangat juang masyarakat Cirebon berkobar dan tak bisa dipadamkan.

Dalam peperangan dan pemberontakan yang sedang berlangsung, Belanda pun melaksanakan siasat liciknya dan hal tersebut terbukti ampuh karena berhasil menangkap Pangeran Suryanegara.  Kemudian sang pangeran ditahan di Batavia, dan setelah itu sang pangeran dipindahkan ke Benteng Viktoria di Maluku untuk ditahan. Sebelum dipindahkan ke Maluku, Belanda berhasil  melepaskan hak atas takhta Sultan Kanoman bersamaan dengan itu pun seluruh gelar darah biru putra mahkota pun sirna.

Perang Kedongdong merupakan bukti heroism masyarakat Cirebon dalam melakukan perlawanan terhadap Belanda tanpa kenal rasa takut dan lelah, dan ini adalah salah satu kekalahan perang belanda terbesar dan mampu memicu perlawanan rakyat di daerah lain untuk tak gentar dalam melawan penjajah pada masa itu.

 

Image By: Google.com

1015 Total Views 1 Views Today