Cirebon– Sebuah kota di pesisir pantai utara yang berletak di propinsi Jawa Barat dan berbatasan dengan propinsi Jawa Tengah ini, terkenal akan berbagai kesenian serta sejarah jalur dakwah islam yang cukup kuat. Hal ini melahirkan berbagai kesenian sufi di Kota Cirebon, yang diantaranya adalah Brai, Gembyung, Terbang, Genjring Santri dan sebagainya.

Hal ini diperkuat  dalam buku “Budaya Bahari Sebuah Apresiasi di Cirebon” yang di tulis oleh Rokhmin Dahuri dkk (2004) dan di cetak oleh PNRI. Selanjutnya dalam buku “Deskripsi Kesenian Cirebon” oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Cirebon. Disitu dijelaskan bahwa pada saat itu media kesenian sangat tepat dan mudah diterima oleh masyarakat  sebagai sarana dalam berdakwah.

Pengertian sufi sendiri adalah istilah bagi mereka yang mendalami ilmu tasawuf, yaitu sebuah ilmu yang mempelajari ketakwaan kepada Allah SWT secara mendalam. Keilmuan sufi ini dipandang sebagai sebuah amalan atau suatu cara untuk memurnikan jiwa dan hati, mendekatkan diri kepada Tuhan dan Surga Tuhan (memisahkan diri dari unsur duniawi).

Meneropong dari sejarahnya peran 9 Wali yang sangat toleran dengan budaya lokal sangat besar, salah satunya adalah Syekh Syarif Hidayatullah atau yang akrab dikenal sebagai Sunan Gunungjati (1450M–1569M). Berkat jasa beliau lah perkembangan kesenian sufi di Cirebon terus berkembang dan terjaga hingga saat ini.

Bila ditinjau lebih jauh lagi, tarian sufi atau disebut sebagai tarian mevlevi berasal dari Negara Turki. Tarian ini dipopulerkan oleh kelompok Mevlevi order yang didirikan oleh sang Maestro Jalaluddin Rumi (1207-1273). Tarian ini juga dikenal sebagai “the darvishes’ whirling”  yaitu sebuah jalan diantara banyak jalan untuk menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang.

Tarian sufi dalam balutan gamis dan topi khas Turki adalah sebuah simbol bagi para pelaku tasawuf dalam pencariannya untuk menemukan kekasih, yang ternyata ada dalam dirinya sendiri. Dia akan merenung dengan berputar dan melebarkan tangan. Makna dari gerakan berputar adalah simbol bahwa manusia mengalami perputaran hidup, dari tidak ada, lalu ada, dan nantinya kembali ke tiada.

Hal inilah yang membuat seorang Candra Malik atau lebih dikenal dengan sebutan “Gus Candra” untuk berdakwah. Pria kelahiran Solo– Jawa Tengah pada 25 Maret 1978 ini, memfokuskan dirinya untuk mendalami ilmu tasyawuf sejak tahun 1993 sampai dengan 2010 dengan belajar kepada Kiai Muhammad Muna’am, Syekh Ahmad Sirullah Zainuddin, K.H. Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin (Abah Anom), Maulana Syekh Hisyam Kabbani, dan K.H. Kholilurrahman (Ra Lilur).

Berawal bekerja  sebagai seorang wartawan Surat Kabar Jawa Pos sampai dengan Kepala Liputan Indo.pos koran jaringan Jawa Pos di Jakarta di akhir karirnya, Gus Candra telah memberikan kontribusinya sebagai penulis diberbagai media cetak,  hingga mengelola sebuah kolom di Solopos tentang sufisme.

Menjalani hidupnya di jalan sufi serta isyarat-isyarat Illahi yang di terimanya, membuatnya beralih ke dunia tarik suara dan pencipta lagu. Berkat kedekatannya dengan berbagai kalangan agamawan sampai budayawan, serta dukungan moril wartawan senior yang saat ini berkiprah di bidang kuliner pak Bondan Winarno, memudahkan langkahnya dalam melahirkan karyanya yang bertajuk “Kidung Sufi” pada September 2011 lalu. Atas kiprahnya dalam dunia musik, sebuah karyanya yang berjudul Syahadat Cinta menjadi Original Sound Track (OST) “Cinta Tapi Beda”, film karya Hanung Bramantyo dan Hestu Saputra, yang menerima ASEAN International Film Festival and Awards (AIFFA) 2013.

Setelah berkeliling kota diindonesia dalam menyampaikan seni dakwahnya, untuk pertamakalinya Gus Candra hadir di kota Cirebon dalam sebuah event “Filosufi” pada tanggal 18 Desember 2014, bertempat di Baraja Coffee yang beralamat di JL. Tentara Pelajar Cirebon. Sebuah acara yang bertemakan Dialoqustik menyuguhkan beberapa lagu dari Gus Candra seperti Fatwa Rindu, Seluruh Nafas, Samudera Debu, Syahadat Cinta dan Jika Cinta Merindu.

Dalam event ini juga menghadirkan sebuah acara penggalangan dana untuk korban bencana di Banjar Negara, penjualan buku Candra Malik yang berjudul Makrifat cinta, Menyambut kematian, Cinta 1001 Rindu, dan Ikhlaskanlah Allah. Selain itu juga penjuan album Kidung Sufi yang disertakan tanda tangan langsung oleh Candra Malik.