Cirebonmedia.com- Membahas tentang budaya di Cirebon memang tidak ada habisnya. Kali ini Cirebon Media akan membahas salah satu budaya khas Cirebon yang memiliki nilai mistis di dalamnya.

Sintren.

Sintren adalan kesenian tari tradisional masyarakat Jawa, khususnya di Cirebon. Kesenian ini terkenal di pesisir utara Jawa Barat dan Jawa Tengah, antara lain di Indramayu, Cirebon, Majalengka, Jatibarang, Brebes, Pemalang, Banyumas, Kabupaten Kuningan, dan Pekalongan. Kesenian Sintren dikenal juga dengan nama Lais. Kesenian Sintren dikenal sebagai tarian dengan aroma mistis atau magis yang bersumber dari cerita cinta kasih Sulasih dengan Sulandono.

Kesenian Sintren berasal dari kisah Sulandono sebagai putra Ki Baurekso hasil perkawinannya dengan Dewi Rantamsari. Raden Sulandono memadu kasih dengan Sulasih seorang putri dari Desa Kalisalak, namun hubungan asmara tersebut tidak mendapat restu dari Ki Baurekso, akhirnya R. Sulandono pergi bertapa dan Sulasih memilih menjadi penari. Meskipun demikian pertemuan di antara keduanya masih terus berlangsung melalui alam gaib.

Pertemuan tersebut diatur oleh Dewi Rantamsari yang memasukkan roh bidadari ke tubuh Sulasih, pada saat itu pula R. Sulandono yang sedang bertapa dipanggil oleh roh ibunya untuk menemui Sulasih dan terjadilah pertemuan di antara Sulasih dan R. Sulandono. Sejak saat itulah setiap diadakan pertunjukan sintren sang penari pasti dimasuki roh bidadari oleh pawangnya, dengan catatan bahwa hal tersebut dilakukan apabila sang penari masih dalam keadaan suci /perawan.

IMG_6548

Image By: Cirebon Media/ Bima

Kata Sintren di bangun oleh 2 kata yaitu si dan tren, “si” atau “ia” dan tren atau tri yang berarti “putri”, jadi arti dari sintren adalah “ia putri”, maksud nya yang sebenarnya menari bukan lah si penari sintren, namun roh seorang putri, yaitu sulasih, atau biasa di sebut Rr. Ratnamsari.

Sintren diperankan oleh seorang gadis yang masih suci, dibantu oleh pawang dengan diiringi gending 6 orang. Gadis tersebut kemudian diikat dari leher hingga kaki, kemudian dimasukkan ke dalam kurungan ayam yang berselebung kain. Gamelan terus menggema, dua orang yang disebut sebagai pawang tak henti-hentinya membaca mantra dengan asap kemenyan mengepul. Pawang kemudian berjalan memutari kurungan ayam itu sembari merapalkan mantra memanggil ruh Dewi Lanjar. Jika pemanggilan ruh Dewi Lanjar berhasil, maka ketika kurungan dibuka, sang gadis tersebut sudah terlepas dari ikatan dan berdandan cantik, lalu menari diiringi gending. Juru kawih terus berulang-ulang nembang :

“Gulung gulung kasa

Ana sintren masih turu

Wong nontone buru-buru

Ana sintren masih baru”

Yang artinya menggambarkan kondisi sintren dalam kurungan yang masih dalam keadaan tidur. Namun begitu kurungan dibuka, sang Sintren sudah berganti dengan pakaian yang serba bagus layaknya pakaian yang biasa digunakan untuk menari topeng, ditambah lagi sang Sintren memakai kaca mata hitam. Sintren kemudian menari secara monoton. Namun jika ada orang yang melempar sintren dengan uang, sintren akan terjatuh pingsan. Sintren akan sadar kembali dan menari setelah diberi jampi-jampi oleh pawang.

Namun saat ini tari sintren semakin jarang terlihat karena kurangnya minat masyarakat terhadap kesenian budaya Cirebon. Semoga dengan adanya artikel ini masyarakat lebih mengetahui dan mencintai kesenian daerahnya sendiri yaitu Tari Sintren.

51 Total Views 1 Views Today