PROLOG

Aku mungkin bukan teman yang baik. Aku tidak suka punya teman yang ‘sok gaya’ dengan cara pandang berbeda dalam pertemanan. Itulah mengapa aku dan Putri hanya berteman biasa saja, meski kami belajar disekolah yang sama.

Putri sendiri tidak punya banyak teman. Bicaranya yang tajam pada esensi membuat orang enggan ngobrol berlama-lama dengannya. Kamipun hanya bertegur sapa saat berpapasan di koridor atau bertemu dikantin sekolah.

Sebenarnya tidak ada yang istimewa pada diri Putri, kecuali rambutnya yang selalu dipotong pendek model lelaki dan sebuah tato kupu-kupu kecil di lengan sebelah kanan. Tidak banyak yang tahu soal tato itu, karena dia selalu menutupinya dengan baju panjang, mungkin cuma aku yang tahu. Aku sempat melihat tato itu saat pelajaran olah raga. Waktu itu semua siswa wajib ikut tes renang, hanya Putri yang menolak untuk ikut tes. Dengan alasan, dia malu jika harus berpakaian renang dihadapan teman-teman. Guru olah raga sempat mengancam tidak akan memberinya nilai. Tapi dia santai saja dengan ancaman itu. Dikamar ganti itulah aku melihatnya, saat semua siswa sudah masuk kedalam kolam, kebetulan aku balik lagi untuk mengambil kacamata renangku yang ketinggalan. Meski dia langsung menutupi dengan handuk saat aku berdiri terpana, aku terlanjur mengetahui tato yang indah itu.

Pikirku, agak tidak lazim juga perempuan tomboi kok gambarnya kupu-kupu. Meski kelak aku paham apa maksud gambar kupu-kupu itu.

**

Putri duduk sendirian agak jauh dari kolam. Dia hanya tersenyum melihat canda konyol teman-teman didalam kolam. Kejadian di ruang ganti tadi sepertinya tidak membuatnya kuatir. Sama saat dirinya ditanya mengapa dia lebih memilih untuk tidak dapat nilai daripada mengikuti perintah guru, dengan tenang dia menjawab “itu bukan nilai, itu angka”, ujarnya sambil tersenyum. Ketenangan dalam memahami esensi itulah yang membuatku akhirnya tertarik. Semua terasa biasa. Tidak ada over reacting saat menghadapi masalah.

Aku juga jadi senang memperhatikan tingkah lakunya. Menurutku, Putri itu unik. Raut mukanya tidak pernah terlihat gelisah. Dia akan diam kalo tidak ada yang ngajak bicara. Cuek pada kondisi yang tidak disukainya, tapi sensitif pada situasi yang tidak pas. Aku dengar beberapa kali guru olahraga membujuknya untuk ikut tes.Tapi dia tetap tidak mau.

Keberanian bersikap dan prilaku bebas-nya itu mestinya membuat siapapun yang dekat dengannya akan merasa nyaman. Karena orang seperti dia bukan orang rese’. Putri memang tidak banyak teman, tapi dia juga sulit untuk dijauhi. Karena selalu tidak ada alasan yang pas buat membencinya. Orang hanya segan saja.

Tidak lama setelah aku mengenalnya, semua menjadi terbalik, Putri seperti meninjau ulang semua pemahamannya akan kebebasan.

Buku ini adalah catatanku tentang dia. Meski sudah lampau, kadang ada kesedihan yang perih saat mengingat apa yang terjadi pada dirinya. Terlalu klise memang. Apalagi, aku bukan teman dekatnya. Tapi dari Putrilah aku paham bahwa kebaikan belum tentu menghasilkan kebaikan. Niat lurus bisa jadi salah arah karena kondisi yang ada.

Saat terakhir bertemu, aku sempat memeluknya sambil meneteskan air mata. Bukan karena kasihan, bukan juga sedih, tapi sungguh, aku terharu karena darinyalah aku belajar tentang artinya berteman.

Bersambung….

Editor: Andri Nugraha
9 Total Views 6 Views Today